Definisi Dan Pengertian Ludruk Teater Tradisional

Definisi Dan Pengertian Ludruk Teater Tradisional - Hallo sahabat SEPUTAR DEFINISI, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Definisi Dan Pengertian Ludruk Teater Tradisional, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang termasuk dalam kategori Artikel Seputar Kebudayaan, Artikel Seputar Kesenian, Artikel Teater, yang kami tulis ini dapat anda pahami.

Baca juga


Definisi Dan Pengertian Ludruk Teater Tradisional

Pengertian Ludruk Teater Tradisional. Secara etimologis, kata ludruk berasal dari kata molo-molo dan gedrak- gedruk. Molo-molo berarti mulutnya penuh dengan tembakau sugi yang hendak dimuntahkan dan keluarlah kata-kata yang membawakan kidung, dan dialog. Sedangkan gedrak-gedruk berarti kakinya menghentak-hentak pada ketika menari di pentas.

Pendapat lain menyampaikan bahwa ludruk berasal dari kata-kata gela-gelo dan gedrak-gedruk. Gela-gelo berarti menggeleng-nggelengkan kepala pada ketika menari, dan gedrak-gedruk berarti menghentakkan kaki di pentas pada ketika menari.

Apabila disesuaikan, kedua pendapat tersebut mempunyai pengertian yang sama, yaitu verbalisasi kata-kata dan visualisasi gerak. Dengan kata lain, terdapat unsur nyanyian (kidung) dan unsur tari atau unsur bahasa dan gerak. Unsur bahasa atau verbal dalam ludruk terdiri atas dua macam bentuk verbal, yaitu nyanyian (kidungan) dan obrolan (narasi). Sedangkan unsur gerak sanggup berupa tarian pada ketika mengidung dan akting pada ketika memainkan tugas di pentas.

Definisi Ludruk ialah merupakan suatu kesenian drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang di gelarkan disebuah panggung dengan mengambil dongeng wacana kehidupan rakyat sehari-hari, dongeng usaha dan lain sebagainya yang diselingi dengan tarian, lawakan, kidungan dan diiringi dengan gamelan sebagai musik.

Menurut Cak Lupus kata ludruk berasal dari bahasa belanda yaitu “Loedruck” yang berarti sebuah tontonan.

Menurut versi lain kata ludruk merupakan serapan dari bahasa belanda yaitu “leuk en druk” yang mempunyai arti bersenang-senang sambil menonton pertunjukan.

Secara historis perkembangan ludruk bermula dari kesenian bandhan. Kesenian bandhan ini mempertunjukkan homogen ekspo kekuatan dan kekebalan yang bersifat magis dengan menitikberatkan pada kekuatan batin. Kemudian bermetamorfosis kesenian lerok yang dipelopori oleh Pak Santik dari Jombang. Kata lerok yang diambil dari kata lira, yaitu alat musik yang berbentuk ibarat kecapi (cimplung siter) yang dipetik sambil bersenandung mengungkapkan isi hati. Pada ketika itu, Pak Santik menghias dirinya dengan cara mencoret-coret mukanya, menggunakan ikat kepala, bertelanjang dada, mengenakan celana berwama hitam, dan mengenakan selendang sebagai sampur. Dalam pementasan kesenian lerok itu Pak Santik memanfaatkan suara-suara dari mulutnya sebagai iringan musik. Lambat laun pementasan lerok memanfaatkan gendhang yang dipakai sebagai cimplung (semacam ketipung) dan jidhor (tambur besar).

Kemudian, terjadi penambahan pemain, menjadi tiga orang dan timbullah nama baru, yaitu kesenian besutan. Nama ini diambil dari nama tokoh pemain film utama, yaitu Pak Besut. Pemain lainnya berjulukan Asmonah (isteri Besut) dan Paman Jamino. Besut juga berasal dari bahasa jawa yaitu mbesut yang berarti membersihkan yang kotor atau menghaluskan atau mengulas. Adapun yang dibersihkan, dihaluskan, dan diulas ialah isi pertunjukan. Mulai dari bentuk yang sangat sederhana, ditingkatkan biar lebih baik, sehingga maknanya yang tersirat sanggup diulas oleh penonton. Besut juga merupakan singkatan dari mbeto maksud (membawa maksud). Maksud yang dibawa ialah isi pertunjukan, yaitu yang terkandung dalam kidungan, busana, dialog, maupun cerita.

Bentuk kesenian besutan berubah lagi menjadi kesenian ludruk yang berbentuk sandiwara dengan tokoh yang semakin bertambah jumlahnya. Bentuk ini tetap mempertahankan ciri khas ludruk ibarat tarian ngremo, kidungan, dagelan, dan dongeng (lakon). Kesenian ludruk mengalami dua kurun yaitu kurun tobongan dimana pemain ludruk berpindah-pindah dari satu desa ke desa lain untuk “ngamen” dengan waktu yang tidak niscaya tergantung antusias penduduk setempat, jumlah pemain kurang lebih 40 orang. Selanjutnya kurun teropan (ditanggap) dimana para pemain ludruk dipanggil untuk menghibur pada waktu ada hajatan, jumlah pemain kurang lebih 70 orang (termasuk penari dan penabuh gamelan).

Fungsi Ludruk

Ludruk merupakan pertunjukan kesenian yang fungsi utamanya ialah sebagai media hiburan masyarakat. Selain itu ludruk juga berfungsi sebagai pengungkapan suasana kehidupan masyarakat. Di samping itu, kesenian ini juga sering dimanfaatkan sebagai penyaluran kritik sosial terhadap situasi pemerintahan dan juga dilema masyarakat yang terjadi.

Kesenian ludruk diduga merupakan budaya rakyat yang lahir untuk “memberontak” model kesenian keraton dan istana semacam wayang dan ketoprak yang ceritanya terlalu elit dan tak menyentuh rakyat. Cerita-cerita ludruk umumnya mengangkat kasus kehidupan orang kecil sehari-hari dengan penggunaan bahasa yang lebih merakyat atau sederajat dan terkesan “kasar” tanpa unggah-ungguh (bahasa ngetannan) kalau dibandingkan dengan bahasa yang dipakai dalam pewayangan ataupun ketoprak. Pada jaman revolusi, ludruk bukan hanya berfungsi sebagai sarana hiburan saja melainkan juga sarana komunikasi antara pejuang bawah tanah dengan rakyat yang menyaksikannya.

Pada zaman Jepang kesenian ludruk berfungsi sebagai media kritik terhadap pemerintah. Ini tampak terutama dalam ludruk Cak Durasim yang populer dengan parikan “Pagupon omahe dara, melok Nippon tambah sengsara”. Dengan parikan serupa itu Cak Durasim ternyata berhasil membangkitkan rasa tidak bahagia rakyat terhadap Jepang. Cak Durasim balasannya ditangkap dan meninggal dalam tahanan Jepang.

Ciri Khas Ludruk

  1. Pertunjukan ludruk tidak menggunakan naskah. Kekuatan ludruk berada pada improvisasi setiap lakon atau pemain.
  2. Terdapat pemain film perempuan yang diperankan oleh laki-laki.
  3. Terdapat lantunan kidungan jula-juli, baik pada tari remo, tari bedayan, dagelan, dan cerita.
  4. Iringan musik berupa gamelan berlaras slendro atau pelog.
  5. Pertunjukan dibuka dengan Tari Ngremo.
  6. Terdapat adegan Bedayan.
  7. Terdapat sajian/adegan lawak/dagelan.
  8. Terdapat selingan parodi.
  9. Cerita luduk diambil dari dongeng keseharian rakyat, dongeng sejarah, dan merupakan ekspresi kehidupan sehari-hari.
  10. Busana menyesuaikan dongeng yang akan dipentaskan.
  11. Bahasa diubahsuaikan dengan lakon yang dipentaskan, sanggup berupa bahasa Jawa (ngetanan), madura, dan indonesia.

Struktur pementasan kesenian ludruk

  1. Pembukaan, diisi dengan atraksi Tari Remo laki-laki maupun wanita. Penari Remo biasanya melantunkan kidungan Jula-juli.
  2. Selanjutnya Tarian Bedayan, berupa tampilan beberapa parodi dengan berjoget ringan sambil melantunkan kidungan jula-juli.
  3. Kemudian atraksi lawakan berupa tampilan seorang komedian yang melantunkan satu kidungan jula-juli disusul oleh beberapa komedian lain. Mereka kemudian berdialog dengan materi humor yang lucu.
  4. Penyajian lakon atau cerita. Bagian ini merupakan inti dari pementasan. Biasanya dibagi beberapa babak dan setiap babak dibagi lagi menjadi beberapa adegan. Di sela-sela kepingan ini biasanya diisi selingan dengan melantunkan satu kidungan jula-juli.

Referensi
Kementerian pendidikan dan kebudayaan 2016


Unduh File Materi Definisi Dan Pengertian Ludruk Teater Tradisional


Anda sudah membaca artikel Definisi Dan Pengertian Ludruk Teater Tradisional

0 Response to "Definisi Dan Pengertian Ludruk Teater Tradisional"

Posting Komentar